Pada tahun 70an,
Ketua Majelis Ulama Indonesia, Prof.Hamka pernah protes kepada pemerintah. Saat
itu Pangkop Kamtibnya Laksamana Sudomo.Beliau termasuk orang yang paling berkuasa
dan ditakuti di Indonesia. Beliau belum masuk Islam saat itu. Alhamdulillah
setelah pensiun beliau masuk Islam. Buya Hamka protes kepada beliau karena di
Jawa Timur ada buku pelajaran pendidikan agama Islam yang memuat surat
Al-Ikhlas. Tapi anehnya, pejabat pendidikan setempat menyuruh tarik dan
melarang beredar buku itu karena isinya menyinggung perasaan umat agama lain.
Memang
agama selain Islam, tuhannya ada yang 3, sedangkan dalam ayat pertama surat Al-Ikhlas
dijelaskan Allah itu Mahaesa, Allah hanya satu. Kemudian agama lain ada yang
tuhannya bapak dan ibu,sedangkan dalam ayat ke-3 surat Al-Ikhlas, Allah tidak
beranak dan diperanakkan. Tapi bukan berarti Islam menghina atau merendahkan
atau tidak toleransi kepada agama lain, melainkan Islam meyakini
ajarannya,sebagaimana agama lain meyakini agamanya. Bila agama lain meyakini
tuhannya ada 3 dan ada tuhan Ibu, tuhan bapak, ya silakan. Islam sangat menghargai
keyakinan tersebut. Saya khawatir suasana tahun 70an itu ada lagi sekarang. Nanti
umat Islam jadi takut dan tidak percaya diri berbicara tentang pedoman hidupnya
yaitu Alquran karena alasan yang keliru yaitu menyinggung SARA (Suku, Agama, Ras,
Antar golongan).
Istilah SARA
sebenarnya tidak adil dalam kehidupan beragama. Karena suku,agama,ras,dan
golongan berbeda statusnya.
Dalam pandangan Islam, suku dan ras, orang tidak
bisa memilih. Dia lahir sebagai suku Jawa, suka tidak suka, mau tidak mau,
walaupun tidak medok dan tidak bisa bahasa Jawa sampai mati, dia tetap suku Jawa.
Atau dia lahir sebagai ras Afrika,walaupun kulitnya dioperasi plastik seratus
kali, dia tetap ras Afrika. Dalam pidato Rasulullah ketika haji wada, masalah
suku dan ras
sudah selesai dalam Islam. Dulu orang Arab merasa bangga dengan Arabnya,
Rasulullah bilang tidak ada kelebihan orang Arab di atas orang Ajam. Tidak ada
kelebihan orang putih di atas orang hitam. Faktanya, seorang budak hina dan
berkulit hitam bernama Bilal, setelah masuk Islam, Bilal menduduki posisi yang
mulia. Jadi sejak zaman Rasulullah,masalah suku dan ras sudah selesai.
Tapi
sekarang-sekarang ini baru kita mendengar ungkapan bahwa sudah saatnya manusia
tidak dibeda-bedakan atas dasar suku, agama, ras, golongan, gender, jabatan, dan lain sebagainya. Kata mereka semua manusia
sama, semua manusia sederajat. Sebenarnya semua sistem di dunia membeda-bedakan
manusia satu dengan yang lain. Hanya dasar diskriminasinya yang berbeda.
Contoh,ada bayi yang lahir di Kalimantan (perbatasan antara Indonesia dan
Malaysia),ada juga bayi lainnya yang lahir di Malaysia. Bayi yang lahir di
Kalimantan tidak mendapat hak yang sama dengan bayi yang lahir di Malaysia
karena hanya beda kewarganegaraan.Contoh lainnya, karena presiden itu pejabat,ia
dihormati.Ketika mobil presiden lewat di jalan raya, kita disuruh minggir. Jadi
tidak ada manusia yang semuanya diperlakukan sama.
Islam memandang
manusia itu sama di hadapan Allah, manusia itu makhluk Allah. Tapi derajat manusia
satu dengan yang lain berbeda di hadapan Allah. Islam membeda-bedakan derajat
manusia bukan atas dasar suku,ras,dan jabatan, tapi atas dasar iman dan taqwa.
Allah befirman yang paling mulia diantara kamu adalah yang bertaqwa. Orang
mu’min berbeda dengan orang kafir. Orang ‘alim tidak sama dengan orang bodoh.
Makanya Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu.
Sekarang mari kita
renungkan, mana yang lebih masuk akal, sistem Islam yang membeda-bedakan
manusia atas dasar iman dan taqwa atau sistem modern saat ini yang
membeda-bedakan manusia atas dasar SARA?
Oleh: Andi Ryansyah (Mahasiswa UNJ)
Oleh: Andi Ryansyah (Mahasiswa UNJ)
0 comments:
Posting Komentar