Rabu, 07 Agustus 2013

Sains dalam Islam di Indonesia



 Oleh: Andi Ryansyah, Mahasiswa UNJ

Ketika  zaman kejayaan Islam, ulama dan saintis bersatu dalam  tubuh tiap manusia. Namun sekarang ulama seolah-olah tidak mengerti sains dan saintis tidak mengerti Islam. Ini disebabkan oleh  konsep pendidikan Indonesia masih memisahkan agama dan sains, yang dikenal dengan istilah sekularisasi.[1] 

Peran sains dalam agama  menjadi hanya semata-mata untuk  keperluan praktis, misal untuk membuat robot, obat, makanan, pupuk, kendaraan dan lain sebagainya. Padahal dahulu yang dicontohkan oleh ulama kita, beliau belajar sains untuk juga semakin dekat kepada Allah. Sehingga jika sains berkembang, keimanan bisa semakin mendalam. Tujuan penciptaan manusia di dalam Alquran sebenarnya ada 2, pertama menjadi hamba Allah[2] dan kedua, khalifah/pemimpin  di muka bumi[3]. Sayangnya, hanya tujuan sebagai khalifah di muka bumi, sains lebih dimanfaatkan seperti untuk memakmurkan bumi dan mengelola alam. Tapi sebagai hamba Allah nya dikesampingkan. Artinya ada tantangan bagi kita agar sains bisa dimanfaatkan dalam kedua tujuan itu. 

                 
Dalam Islam, tujuan belajar sains yang paling utama adalah semakin mengenal Allah.  Alquran menyebut alam itu dengan ayat dan ayat itu artinya tanda tentang sesuatu. Sehingga ketika fokus belajar alam sebagai ayat, tidak hanya alamnya saja yang diperhatikan,tapi juga pencipta alamnya juga yaitu Allah, Maha Pencipta. Masalahnya orang membatasi belajar sains dengan hanya melihat fenomena alam saja.Seperti  yang diumpamakan Imam Ghazali, seekor semut yang melihat pena menulis di atas kertas. Semut hanya memandang tulisan itu ada karena pena. Padahal jika semut memandang lebih jauh ke atas, ada manusia yang menggerakkan pena itu. Sains berhenti pada pena saja, tidak melihat ada  Allah, Maha Pengatur alam ini.
                
Masalah pendidikan sains yang mengkhawatirkan adalah sekularisasi. Agama dicabut dari sains. Ini kesalahan yang besar karena bisa menjadikan muslim yang “setengah-setengah” dan goyah keimanannya. Contoh di salah satu  buku teks IPA kelas IX, siswa diajarkan tentang  hukum kekekalan energi dalam sains yang mengatakan energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi hanya dapat berubah dari bentuk energi satu ke bentuk energi lain. Hukum itu memiliki dua pengertian yang bertentangan dengan agama. Pertama, energi bukan zat ciptaan, artinya energi itu ada sendirinya dan menyangkal adanya Allah, Maha Pencipta. Kedua, energi tidak dapat dimusnahkan, artinya energi akan selalu kekal. Padahal siswa juga diajarkan dalam pelajaran agama Islam bahwa langit dan bumi beserta seluruh isinya adalah ciptaan Allah.[4] Selain itu, seluruh alam bersifat fana dan akan musnah sesuai kehendak penciptanya. Ini berarti energi adalah salah satu ciptaan Allah yang suatu saat akan musnah juga. 
                
Indonesia adalah negara yang didirikan atas berkat rahmat Allah Yang MahaKuasa[5] sehingga nilai-nilai agama akan selalu menjadi dasar dalam seluruh bidang kehidupan masyarakat Indonesia, terutama bidang pendidikan. Oleh karena itu pendidikan sains dan agama tidak boleh dipisahkan di Indonesia.  Hal ini semakin dikuatkan dengan diterimanya pandangan hidup  negara Pancasila di mana sila pertamanya berbunyi Ketuhanan Yang Mahaesa. [6] Sila tersebut pada dasarnya  mencerminkan konsep manusia ideal menurut bangsa Indonesia, yaitu manusia yang Berketuhanan Yang Mahaesa yang tak lain adalah manusia beriman. Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar manusia menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa.[7



[1] Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, Bandung : PIMPIN, 2011, hlm.166
[2] Az Zariyat ayat 56
[3] Al Baqarah ayat 30
[4] Al Baqarah ayat 29
[5] Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
[6] Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Negara berdasar kepada Ketuhanan Yang Mahaesa
[7] Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

1 comments:

  1. bagus artikelnya perlu dipublikasikan nihh :D
    muhiqbal.student.ipb.ac.id

    BalasHapus